Monday, September 30, 2013

NOVEL : Planetes, Memburu Tongkat Silex Luminar! by Ziggy Zezyazeovienna Zabrizkie

Judul : Planetes, Memburu Tongkat Silex Luminar!
Penulis :  Ziggy Zezyazeovienna Zabrizkie
ISBN : 978-602-7933-42-2
Genre : Fantasi, Fiksi
Penerbit : Laksana. Diva Press
Tanggal Terbit : Juli 2013
Jumlah Halaman : 200

“Sudah lama sekali ramalan ini ada. Satu orang membawa takdir. Satu orang kehilangan kekasih. Satu orang dalam pencarian. Satu orang menjadi pembimbing. Dan, satu orang menjadi tertuduh.”
***
Zaman dahulu, dunia dibagi menjadi tiga area: tempat tinggal makhluk nirwana yang disebut Caelum, tempat tinggal makhluk kegelapan yang disebut Atyra, dan tempat tinggal makhluk fana yang disebut Terra.
Namun, Terra harus dilipat, karena rentan terhadap serangan makhluk Atyra dari bawah dan kecerobohan makhluk Terra hingga terpeleset ke Atyra. Maka, diutuslah seorang dewi bernama Asmaer untuk melipat Terra. Sayangnya Asmaer kehilangan tongkatnya, Silex Luminar, ketika terjatuh di Terra. Tongkat itu pun menjadi rebutan para kurcaci, goblin, islavir, dan tentu saja Agnar sang penguasa Atyra.
Dibantu beberapa penduduk Terra - Agni, Alviss, Eoraed, dan Rosabel - Asmaer mencari tongkatnya.
Berhasilkah mereka menemukan Silex Luminar?
Simak petualangan dan perjuangan mereka dalam novel memikat ini! Pertarungan melawan naga, siren, goblin, islavir, dan kurcaci mewarnai perjalanan mereka mencari Silex Luminar. Benar-benar seru dan menegangkan!
Selamat membaca!

=================================================================

Setelah membaca sinopsisnya yang memberi selamat kepada saya untuk menyimak dan membaca, yasudah saya baca saja. *apasih?* Haha! Maaf saya bingung mencari kalimat untuk memulai, karena perasaan saya cukup campur aduk ketika membaca salah satu novel fantasi lokal ini. Mari langsung saja saya mulai review nya :D

Planetes dimulai dengan Prolog yang menjelaskan tentang 3 area yang ada di dalam dunia buku ini, yaitu Caelum yang merupakan tempat tinggal makhluk nirwana, Atyra tempat tinggal makhluk kegelapan, dan Terra ialah tempat tinggal makhluk fana yang meliputi manusia, naga, siren, goblin, islavir, dan kurcaci. Bagian prolog ini lebih menjelaskan tentang  Terra, karena disebutkan bahwa pada zaman itu pembagian wilayah didasarkan pada penghuninya dan makhluk fana memiliki keberagaman yang lebih menarik dibahas dibandingkan dengan penghuni Surga dan Neraka. Dan lucunya juga, bab-bab pada buku ini juga dibagi berdasarkan wilayah tersebut, mengikuti perjalanan para pahlawan kisah ini ke setiap belahan dunia mereka. Haha! Bahasan Prolog ini semacam nutrisi dari penulis untuk menjelaskan dunia yang dibuatnya kepada para pembaca sebelum memulai kisah sebenarnya :)


Kisah bermula di Salvsigr, tempat tinggal para manusia. Agni adalah seorang bocah berusia 13 tahun yang ceria dan hidup bersama keluarga Paman dan Bibi nya, keluarga Sagbaer, karena kehilangan orang tua nya yang dibunuh naga ketika ia masih kecil. Agni seorang diri pergi berburu di hutan, seharusnya ia tak boleh belajar berburu tanpa ditemani Alviss, kakaknya. Tak disangka-sangka, ia menangkap seorang gadis yang terlihat lebih kecil darinya jatuh dari langit. Gadis kecil cantik itu ternyata bernama Asmaer. Maer yang misterius karena kedatangannya yang jatuh dari atas terus saja mendesak Agni akan keberadaan lampion nya yang hilang dan kehidupan di luar Salvsigr. Agni membawanya kepada Eoraed yang berasal dari luar Salvsigr dan sedang mencari jati dirinya. Disanalah baru diketahui jika Maer berasal dari Caelum dan sedang dalam misi menyelamatkan Terra dari serangan kaum Atyra, namun ia kehilangan Silex Luminar yang menjadi alat penting Maer untuk melipat Terra. Setelah Agni dan Eoraed mengetahui kengerian yang akan terjadi jika Maer tidak segera menemukan Tongkat Silex Luminar, mereka memutuskan untuk membantu Maer yang berusaha menyelamatkan Terra mereka dengan memulai mencari pencarian tersebut. Dan ternyata perjalanan itu tidak hanya dilalui oleh mereka bertiga, Alviss Sagbaer, kakak Agni yang tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka bertiga pun turut serta karena hasratnya sebagai seorang kakak untuk melindungi Agni. 



Berbagai keindahan yang menyenangkan hingga kengerian yang mencekam mereka lalui mulai dari keberangkatan mereka dari Salvsigr dengan damai. Romansa persahabatan dan cinta, pengorbanan, kehilangan, hingga kecurigaan dan pengkhianatan pun harus mereka lalui. Serangan Siren saat pelayaran dengan kapal kecil mereka di Salvar hingga mereka sempat harus kehilangan Agni. Kemunculan Lapendrengr yang bermata semerah darah dan berkuping kelinci, menggantikan keberadaan Asmaer saat keadaan genting serangan Siren Rawa. Pertemuan dengan Rosabel Dremmel, kakak asuh Eoraed di Anleifr yang dengan sihirnya dapat menunjukkan jalan yang harus mereka tempuh. Pertukaran-pertukaran berharga dengan penyihir tua bernama Adamounde demi takdir masa depan mereka. Mencari petunjuk di Outhe, negeri para peri. Terungkapnya misteri jati diri Eoraed yang sama sekali tak terduga di Helemud saat naga-naga menangkap mereka. Hingga pertarungan besar mereka di Pykare, tempat para kurcaci dan goblin memperebutkan tongkat Silex Luminar. 



Overall, Planetes cukup membuat saya menikmati ceritanya meskipun saya akui masih banyak sekali kekurangan disana-sini yang memang wajar dikarenakan jumlah halamannya yang hanya 200 halaman. Saya sudah memasang ekspektasi yang standar agar saya dapat masuk kedalam dunia buatan Ziggy ini tanpa membandingkan dengan novel-novel fantasi impor yang biasa saya baca. Meskipun sudah menetralkan selera, tetap saja ada poin-poin positif & negatif yang membuat kenyamanan penyelaman dunia Planetes ini naik dan turun.



Bagian yang paling mengganggu saya pada buku ini ialah kutipan-kutipan yang diselipkan pada setiap bab. Entah mengapa kutipan-kutipan tersebut saya rasa sangat tidak penting karena hanya mengulang suatu kalimat dalam halaman yang sama. Coba saja rasakan ketika kamu membaca cerita, kemudian secara tidak sengaja kita membaca kutipan yang besar tetapi memiliki kalimat yang sama dengan yang baru saja kita baca atau malah sudah lewat di awal halaman. Mau tidak mau bagian itu membuyarkan pikiran kita yang sedang berada dalam alam imajinasi. Kenapa tidak diganti saja kutipan-kutipan yang kurang efektif itu dengan gambar ilustrasi dari cerita? Sungguh saya membutuhkan setidaknya sebuah ilustrasi pada setiap bab. Misalkan saja ketika Asmaer menanyakan tentang keberadaan lampionnya yang hilang, kemudian dia menjelaskannya kepada Agni dan Eoraed tentang Tongkat Silex Luminar tersebut. Terjadi pergolakan batin dalam pikiran saya. Jadi si Silex Luminar ini sebenernya Lampion atau tongkat sih? Setidaknya dengan adanya ilustrasi, hal itu sangat membantu agar tidak terjadi ketidaksinambungan persepsi antara sang penulis dan pembaca.



Selain itu, buku  ini mengalami krisis Point of View (PoV) atau sudut pandang sang penulis dalam menjabarkan kisahnya. Cerita diawali dengan PoV Agni yang polos dan ceria dan sangat mendetail hingga terasa agak bertele-tele, otomatis pembaca mengira bahwa tokoh utama cerita ini adalah Agni yang memang membawa peran penting sejak awal cerita. Seiring dengan bermunculannya tokoh baru, petualangan baru, PoV berpindah-pindah mulai dari Eoraed yang dapat diandalkan, Alviss yang penyayang, Rosabel yang perhatian, Asmaer dan Lapendrengr yang misterius, hingga penulis sebagai orang ketiga yang menggambarkan seluruh keadaan yang terjadi. Krisis PoV ini membuat saya yang hingga saat menulis review ini pun kebingungan tentang siapa sebenarnya tokoh utama dari kisah ini. Dan karena krisis PoV ini lah twist plot yang dibuat oleh Ziggy di akhir cerita tidak berarti apa-apa untuk saya. Padahal seharusnya jika penulis bisa menentukan dengan konsisten dari awal hingga akhir, twist plot tersebut akan menjadi sangat menarik karena memang tidak terduga meskipun menuju bagian akhir memang telah diberi petunjuk akan adanya “sesuatu” yang disembunyikan.  


Poin terakhir yang menjadi sorotan penyebab ketidaknyamanan saya ialah pemberian nama atau istilah-istilah yang dibuat penulis dan gaya bahasa penulisan di beberapa bagian yang terasa ganjil. *eh itu 2 ya? Yasudahlah anggap saja satu. Maksa* Pemilihan nama untuk wilayah yang entah mengapa terasa sangat familiar sering digunakan di beberapa seri fantasi impor yang berbeda. Kemudian pemberian nama-nama tokoh yang menurut saya kurang berkorelasi antar satu sama lain, kesannya seperti senemunya aja muncul di otak sang penulis. Nama-nama yang terdengar seakan-akan berbeda suku bangsa, misalkan melayu seperti Asmaer & Agni; berkebangsaan eropa atau amerika seperti Alviss, Rosabel, hingga Naga yang bernama Eric; bahkan nama yang terdengar aneh dan terkesan kuno entah darimana asalnya seperti Reaume, Bihinde, Adamounde, dan Lapendrengr yang namanya mengingatkan saya pada Staubfinger, tokoh penting pada seri Inkheart Trilogy. Beberapa gaya penulisan yang terkesan ganjil sehingga membuat antusiasme membaca saya agak menurun seperti paragraf dibawah ini :
Titik kecil di langit. Titik kecil berwarna hitam di langit yang semakin lama semakin membesar. Agni terpana di bawah lingkupan pepohonan tinggi. Kakinya seperti tertanam di tanah. Rahangnya membuka mulut lebar-lebar. Matanya terbelalak. Ada yang jatuh dari langit.
Ada sesosok manusia yang jatuh dari langit. 
“Aaaa...!!!” 
Begitulah Agni berteriak selantang-lantangnya. Padahal bukan dia yang jatuh  dari langit. Dilepasnya selongsong panah di pundaknya dan dilemparkan ke tanah bersama busurnya. Diangkatnya kedua tangan. Dan jatuhlah sosok itu di dua tangan kecil Agni.  


Kemudian paragraf yang paling aneh malah terdapat di lembar-lembar awal buku :
Diarahkan pandangannya ke atas. Langit tampak begitu jauh dari tempatnya berdiri. Warnanya keabu-abuan atau kebiru-biruan seperti matanya sendiri. Agni Sagbaer tidak pernah yakin apakah warna matanya biru keabu-abuan atau abu-abu kebiruan. Matanya tampak seperti Danau Vindr di kala musim dingin. Beku dan bersinar. Ia juga tidak yakin akan warna rambutnya. Apakah itu hitam kecoklatan atau coklat kehitaman?
Yah pasti terlihat sisi keganjilan paragraf-paragrat tersebut dalam narasi deskriptifnya, sungguh membuat saya ilfil (ilang filing gitu) di pembukaan cerita. 

Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang saya rasakan, saya salut kepada Ziggy Zz yang telah menuangkan kisahnya sendiri dalam bentuk buku yang sudah diterbitkan dan dipasarkan dan bukan hanya buku ini saja, melainkan sudah beberapa buku yang telah ia terbitkan bersama Diva Press, karena saya sendiri hingga saat ini masih belum ada niatan untuk menulis kisah sendiri. Haha jadi malu :”>

Premis dan konsep cerita dari Planetes ini cukup menarik, apalagi dengan spekulasi yang dibuat sang penulis di bagian epilog untuk menciptakan kisah sejarah paralel baru tentang bagaimana awal mula terbentuknya tata surya kita dengan misi Asmaer melipat Terra sehingga terciptalah bumi dan planet-planet lainnya. Sedikit terasa agak dipaksakan, tapi saya sangat menghargai idenya. Akhirnya pertanyaan pertama saya akan judul buku ini terjawab sudah meskipun masih bingung kenapa namanya Planetes? bukan Planets saja? atau Plane Tes(t) *eh.. abaikan*  Penulis juga berusaha memenuhi semua syarat dalam sebuah kisah fantasi mulai dari keberagaman makhluk non-manusia, ramalan, puisi dan sajak, pertarungan, dan petualangan, kepribadian para tokoh, hingga friendship, romance, & twist plot. Sayangnya dalam balutan kisah dengan jumlah halaman yang dirasa kurang, penggalian karakter, storyline, dan aspek-aspek lainnya pun terasa setengah-setengah. Beberapa bagian terasa padat dan kaya, namu beberapa bagian lainnya terlihat sekedar numpang lewat dan absen kehadiran. Haha. Bagian perang terakhir pun terasa menarik dan kolosal hingga bagian klimaksnya yang agak dibawah ekspektasi. Selain itu, meskipun terdapat beberapa paragraf deskriptif yang terasa konyol, namun makin menuju akhir, narasi yang diberikan Ziggy semakin terasa menarik. Jalan ceritanya juga cukup menarik, dan saya sempat beberapa kali dibawa ke suatu taraf ketegangan tertentu yang saya tidak tahu bagaimana jalan keluarnya dapat dicapai. Intinya saya menikmati kisah Planetes ini. Membuat saya ingin segera mencari dan membaca kisah fantasi lokal asli buatan anak bangsa kita yang lainnya dan berkualitas.

Saya memberikan 3 dari 5 bintang. Mengkritik kisah orang lain itu mudah, membuat kisah sendiri itu sulit. Suatu saat, saya akan menulis kisah fantasi milik saya sendiri :)

1 comment: